Dalam sejarah perkembangan Kerajaan
Wajo, kawasan ini mengalami masa keemasan pada zaman La Tadampare Puang Ri Maggalatung Arung Matowa, yaitu raja Wajo ke-6 pada abad ke-15. Islam diterima sebagai agama resmi pada
tahun 1610
saat Arung Matowa Lasangkuru Patau Mula Jaji Sultan
Abdurrahman memerintah. Hal itu terjadi setelah
Gowa,
Luwu dan Soppeng terlebih dahulu memeluk agama Islam.
Pada abad ke-16 dan 17 terjadi
persaingan antara Kerajaan Makassar
(Gowa Tallo) dengan Kerajaan Bugis (Bone, Wajo dan Soppeng) yang membentuk
aliansi tellumpoccoe untuk membendung ekspansi Gowa. Aliansi ini
kemudian pecah saat Wajo berpihak ke Gowa dengan alasan Bone dan Soppeng
berpihak ke Belanda. Saat Gowa dikalahkan oleh armada gabungan Bone, Soppeng,
VOC dan Buton, Arung Matowa Wajo pada saat itu, La Tenri Lai To Sengngeng tidak ingin menandatangani Perjanjian Bungayya.
Akibatnya pertempuran dilanjutkan
dengan drama pengepungan Wajo, tepatnya Benteng Tosora selama 3 bulan oleh
armada gabungan Bone, dibawah pimpinan Arung Palakka.
Setelah Wajo ditaklukkan, tibalah
Wajo pada titik nadirnya. Banyak orang Wajo yang merantau meninggalkan tanah
kelahirannya karena tidak sudi dijajah.
Hingga saat datangnya La Maddukkelleng Arung Matowa Wajo, Arung Peneki, Arung Sengkang, Sultan Pasir,
beliaulah yang memerdekakan Wajo sehingga mendapat gelar Petta
Pamaradekangngi Wajo (Tuan yang memerdekakan Wajo).
Kontroversi
Arung Matowa Wajo masih kontroversi,
yaitu:
Versi pertama, pemegang jabatan
Arung Matowa adalah Andi Mangkona Datu Soppeng sebagai Arung Matowa Wajo ke-45, setelah beliau terjadi
kekosongan pemegang jabatan hingga Wajo melebur ke Republik Indonesia.
Versi kedua hampir sama dengan yang
pertama, tetapi Ranreng Bettempola
sebagai legislatif mengambil alih jabatan Arung Matowa (jabatan eksekutif)
hingga melebur ke Republik Indonesia.
Versi ketiga, setelah lowongnya
jabatan Arung Matowa maka Ranreng Tuwa (H.A. Ninnong) sempat
dilantik menjadi pejabat Arung Matowa dan memerintah selama 40 hari sebelum
kedaulatan Wajo diserahkan kepada Gubernur Sulawesi saat itu, yaitu Bapak Ratulangi.
Demikianlah sejarah Wajo hingga
melebur ke Republik Indonesia, kemudian ditetapkan sebagai sebuah kabupaten
sampai saat ini.
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar